Fenomena Attrition: Penyebab, Jenis, & Cara Menghitungnya

RecruitFirst
Strategi Rekrutmen
03 Jun 2024
Fenomena Attrition: Penyebab, Jenis, & Cara Menghitungnya

Attrition adalah istilah yang sudah tidak asing di dalam dunia bisnis. Fenomena ini biasanya lebih merujuk pada pengurangan karyawan yang terjadi secara alami dan bertahap serta prosesnya lebih cepat dibandingkan dengan masuknya karyawan baru.

Attrition menjadi hal yang tidak bisa dihindari dan dianggap wajar oleh siapapun dalam dunia kerja. Selain itu, attrition tidak bisa diabaikan keberadaannya, terutama oleh para HR karena hal ini berhubungan dengan tenaga kerja atau Sumber Daya Manusia (SDM), baik dalam hal pengelolaan data maupun pengembangan SDM perusahaan. Yuk, simak penjelasan lebih detailnya melalui artikel ini!

Apa itu Attrition?

Attrition selalu menjadi hal menarik untuk dibahas dalam industri bisnis. Secara umum, attrition artinya suatu kondisi di mana perusahaan mengalami jumlah penurunan tenaga kerja atau karyawan, baik karena pensiun, sakit, meninggal dunia, keputusan PHK dari perusahaan, maupun pengunduran diri secara sukarela.

Attrition menjadi kondisi yang sangat normal terjadi dan peran yang ditinggalkan oleh tenaga kerja sebelumnya tidak diganti oleh pihak perusahaan untuk waktu yang lama atau bahkan selamanya.

Selain terjadi secara alami, alasan lain adanya attrition adalah karena pengadopsian teknologi baru atau otomatisasi oleh perusahaan sehingga tidak membutuhkan jumlah tenaga kerja yang banyak.

Penyebab Adanya Attrition

Attrition bisa terjadi karena beberapa faktor, baik dari sisi perusahaan maupun tenaga kerja itu sendiri. Adapun beberapa faktor penyebab adanya attrition adalah sebagai berikut.

1. Manajemen Perusahaan yang Buruk

Apabila suatu perusahaan tidak mampu mengelolanya dengan baik, maka hal tersebut bisa menjadi suatu permasalahan yang cukup serius. Manajemen perusahaan yang berantakan dapat berpengaruh pada value dan budaya perusahaan. Hal inilah yang dapat membuat karyawan menjadi tidak nyaman dan memengaruhi keputusannya untuk mengundurkan diri dari perusahaan.

Baca juga: Pengertian General Affair: Tugas dan Skill yang Diperlukan

2. Kompensasi yang Tidak Memadai

Penyebab selanjutnya terjadinya attrition adalah karena upah, kompensasi, dan tunjangan yang diberikan oleh perusahaan tidak sebanding dengan tugas, tanggung jawab, dan standar industri. Ketiga hal tersebut adalah salah satu faktor penting bagi seorang pekerja mempertahankan pekerjaannya di suatu perusahaan. 

Apabila perusahaan tidak dapat memberikan kompensasi yang memadai, maka karyawan akan lebih mempertimbangkan untuk mencari penawaran lain yang lebih baik.

3. Pemutusan Hubungan Kerja

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) biasanya terjadi karena beberapa faktor, salah satunya yaitu kurang maksimalnya kinerja karyawan sehingga perusahaan mempertimbangkan untuk memberhentikan karyawan tersebut. Hal lainnya yakni adanya permasalahan keuangan perusahaan sehingga mereka lebih memilih untuk mempertahankan karyawan yang benar-benar mampu bekerja secara maksimal.

4. Tidak Adanya Peluang Pengembangan

Jenjang karier menjadi hal yang sangat diperhatikan oleh para karyawan di dalam suatu perusahaan. Para karyawan tentu menginginkan jenjang dan manajemen karier yang jelas dan perusahaan dapat mendukung hal tersebut dengan adanya program pengembangan diri. Namun, jika karyawan tidak melihat adanya peluang pengembangan diri serta karier yang jelas, maka mereka cenderung akan mencari peluang tersebut di tempat lain.

Jenis-Jenis Attrition

Attrition terbagi dalam beberapa jenis yang didasarkan pada konteks dan fokus pengukurannya. Berikut ini beberapa jenis attrition beserta penjelasan singkatnya.

1. Functional Attrition

Functional attrition adalah jenis attrition di mana tenaga kerja meninggalkan perusahaan karena adanya ketidaksesuaian antara bakat, minat, dan keterampilan yang dimiliki oleh karyawan dengan posisi yang saat ini mereka kerjakan.

2. Voluntary Attrition 

Voluntary attrition atau attrition sukarela biasanya ada karena karyawan secara sukarela berhenti dari perusahaan tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Umumnya, mereka memiliki alasan pribadi yang membuatnya memutuskan untuk berhenti bekerja.

3. Dysfunctional Attrition

Dysfuctional attrition adalah kondisi ketika karyawan yang mempunyai kompetensi yang tinggi lebih memilih untuk mencari peluang karier di tempat lain dan meninggalkan perusahaan. Kondisi ini menyebabkan perusahaan cenderung mengalami kerugian akibat kehilangan karyawan tersebut.

4. Involuntary Attrition

Suatu kondisi di mana adanya pemutusan hubungan kerja yang diputuskan oleh perusahaan. Dalam hal ini, perusahaan memiliki alasannya tersendiri sehingga akhirnya memutuskan hubungan kerja dengan karyawan di dalam perusahaannya.

Baca juga: 11 Fasilitas Perusahaan untuk Menarik Talenta Terbaik

Perbedaan Attrition dengan Employee Turnover

Istilah attrition selalu disandingkan dengan employee turnover. Terkadang, kedua istilah tersebut disalahpahami memiliki makna yang sama. Sejatinya, attrition dan employee turnover adalah dua istilah yang berbeda.

Employee turnover merupakan istilah yang merujuk pada perputaran tenaga kerja. Dalam hal ini, artinya terjadi pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan dan posisi yang ditinggalkan akan diisi kembali oleh karyawan yang baru.

Jangka waktu terjadinya attrition biasanya berjalan dalam waktu yang cukup lama, sedangkan employee turnover cenderung berlangsung dalam jangka waktu yang pendek. Artinya, perusahaan akan segera mengisi kembali posisi kosong yang ditinggalkan oleh karyawan.

Attrition dan employee turnover juga memiliki manfaatnya masing-masing kepada perusahaan. Manfaat dari attrition adalah manfaat yang bersifat lebih makro, yakni mampu mengubah budaya organisasi perusahaan, memberikan keefektifan biaya operasional, dan meningkatkan kualitas serta mutu organisasi perusahaan secara keseluruhan. 

Sementara itu, employee turnover dapat membantu perusahaan mengurangi skill gap karyawan, mengidentifikasi masalah operasional perusahaan, dan melihat tren rekrutmen serta pasar tenaga kerja yang baru. Jadi, kedua istilah tersebut tidak selalu berdampak negatif pada perusahaan. 

Cara Menghitung Attrition Rate

Adapun cara menghitung attrition rate dengan rumus hitungnya adalah sebagai berikut.

Rasio attrition = (Jumlah karyawan keluar) / (Jumlah karyawan yang ada) x 100

Contoh:

Dalam satu periode tahun 2022, perusahaan A memiliki total 600 karyawan. Pada Januari 2023, terdapat penambahan karyawan sebanyak 100 orang. Di akhir tahun 2023, perusahaan A mengalami penurunan karyawan sebanyak 200 orang. Maka, cara menghitung attrition rate-nya sebagai berikut.

  • Jumlahkan total karyawan periode 2022 dan penambahan karyawan di periode 2023 (600 + 100 = 700).
  • Bagilah total karyawan yang keluar dengan total karyawan di periode 2023 menggunakan rasio attrition (200/700 x 100 = 28,5 %)

Artinya, pada tahun 2023, perusahaan A memiliki attrition rate sebesar 28,5%. 

Itulah beberapa informasi penting mengenai attrition yang wajib kamu tahu. Attrition harus mendapatkan perhatian khusus dari para HR. Hal ini karena berhubungan dengan manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di dalam perusahaan yang menjadi salah satu tanggung jawab para HR.

Oleh karena itu, apabila tingkat attrition tinggi maka para HR perlu memeriksa kembali bentuk pengelolaan pengembangan karier di dalam perusahaan. Saat ini, pengelolaan terhadap pengembangan karier karyawan bisa dilakukan dengan sangat mudah, loh.

Kamu bisa memanfaatkan layanan HRIS yang disediakan oleh Recruitfirst. Aplikasi tersebut dapat membantu para HR dalam mengatur, mengelola data, dan proses Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di perusahaan.

RecruitFirst sendiri merupakan agensi yang berfokus pada jasa layanan Executive Search, Recruitment, dan Employment yang telah tumbuh dan berkembang dalam memahami kebutuhan bisnis kamu. Jadi, tunggu apa lagi? Yuk, kelola karyawan jadi lebih mudah bersama Recruitfirst.

Baca juga: Mengenal Arti Overqualified yang Kerap Ditolak Rekruter

Author

Debby Lim

As the practice leader of RecruitFirst Indonesia, Debby brings to the table over 13 years of industry experience.